MATERI 1 KELAS XI. SIFAT-SIFAT GEREJA
BAB 2
SIFAT-SIFAT GEREJA KATOLIK
I.
GEREJA YANG SATU
æ Kesatuan Gereja pertama-tama adalah
kesatuan iman karena rahmat Injil (lih. Ef 4:3-6)
æ Kesatuan tidak sama dengan
keseragaman. Lebih tepat bila kesatuan Gereja dimengerti sebagai Bhinneka
Tunggal Ika. Kesatuan lahiriah dalam Gereja adalah persekutuan dalam
persaudaran, saling meneguhkan dan melengkapi dalam penghayatan iman. Karena
kekayaan iman dan keanekaan kebudayaan maka kesatuan yang nyata berarti
keaneka-ragaman baik dalam pengungkapan iman yang liturgis dan katekis, maupun
dalam perwujudan persekutuan dalam organisasi ataupun dalam penampilan dalam
masyarakat. Ini tidak hanya secara social-organisatoris, tetapi juga dalam
perkembangan dan perubahan sejarah.
æ Kristus mengangkat Santo Petrus
menjadi ketua para rasul lainnya, supaya Episkopat (kalangan para Uskup)
sendiri tetap satu dan tak terbagi. Di dalam diri Petrus Ia menetapkan asas dan
dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap dan kelihatan” (LG. 18).
Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertamna-tama pada tingkat universal. Tidak
hanya Paus, tetapi “masing-maasing usukup menjadi asas dan dasar yang kelihatan
dari kesatuan dalam Gerejanya sendiri” (LG. 23).
æ Kristus akan tetap mempersatukan
Gereja, tetapi dari pihak disadari bahwa perwujudan konkret harus diperjuangkan
dan dikembangkan serta disempurnakan terus-menerus. Karena itu, kesatuan iman
mendorong semua orang Kristen supaya mencari ‘persekutuan’ dengan semua saudara
seiman.
æ Kesatuan Gereja pertama-tama harus
diwujudkan dalam persekutuan konkret antara orang beriman yang hidup bersama
dalams atu Negara atau daerah yang sama. Tuntutan zaman dan tantangan
masyarakat merupakan dorongan kuat menggalang kesatuan iman dalam menghadapi
tugas bersama. Kesatuan Gereja, dalam bentuk persekutuan (communion) terarah
kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah kepada
kesatuan semua orang yang “berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Tim
2:22).
Singkatnya, Gereja Yang Satu itu
terungkap dalam:
æ Kesatuan iman para anggotanya
æ Kesatuan dalam pimpinannya yaitu
Hierarki. Hierarki mempunyai tugas untuk mempersatukan umat, malah sering
dilihat sebagai prinsip kesatuan lahiriah Gereja.
æ Kesatuan dalam kebaktian dan
kehidupan sacramental.
II.
GEREJA YANG KUDUS
æ Gereja itu Kudus karena Kristus
membuatnya Kudus (LG. 39).
æ Kekudusan itu juga terungkapkan
dengan aneka cara pada masing-masing orang. Kekudusan bukanlah suatu sifat yang
seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian
dalam satu kesucian Gereja yang berasal dari Kristus (LG. 48).
æ Yang pokok dalam kesucian adalah
sikap dasarnya. Suci sebetulnya berarti “yang dikhususkan bagi Tuhan”. Jadi,
pertama-tama ‘suci’ menyangkut seluruh bidang sacral atau keagamaan. Yang suci
bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malah yang kudus adalah Tuhan sendiri. Semua
yang lain, barang atau orang disebut ‘kudus’ karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan. Gereja menerima
kekudusan sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman.
æ Kudus bukanlah pertama-tama kategori
moral yang menyangkut kelakuan manusia, melainkan kategori teologal (ilahi),
yang menentukan hubungan dengan Allah. Ini tidak berarti bahwa kelakuan moral
tidak penting. Apa yang dikhususkan bagi Tuhan, harus sempurna, dan
kesempurnaan manusia tentu terdapat dalam taraf moral kehidupannya.
æ Perjanjian Baru melihat proses
pengudusan manusia sebagai ‘pengudusan oleh Allah’ (1 ptr 1:2), dikuduskan
karena terpanggil (Rom 1:7). . Secara simbolik dikatakan: “Kamu telah
memperoleh urapan dari Yang Kudus” (1 Yoh 2:20) yakni dari Roh Allah sendiri
(Kis 10:38). Dari pihak manusia, kesucian hanya berarti tanggapan atas karya
Allah itu, terutama dengan sikap iman dan pengharapan (1 Tim 2;15). Sikap itu
dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba biasa.
Kesucian bukan soal bentuk kehidupan, melainkan sikap yang dinyatakan dalam
hidup sehari-hari.
Dengan demikian, Gereja itu suci, dan
sekaligus harus selalu dibersihkan serta terus-menerus menjalankan pertobatan
dan pembaharuan (LG. 8). Justru karena kedosaannya itu Gereja tidak terbedakan
dari semua orang lain, Kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan
terus-menerus.
Singkatnya:
Gereja itu kudus karena sumber dari mana ia berasal, karena tujuan ke mana ia
diarahkan, dan karena unsur-unsur Ilahi yang otentik, dan para anggota yang ada
di dalamnya adalah kudus.
æ Sumber dari mana Gereja berasal
adalah Kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima kekudusannya dariu
Kristus dan doa-Nya.
æ Tujuan dan arah Gereja adalah Kudus.
Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
æ Jiwa Gereja adalah Roh Kudus sendiri
maka Kudus
æ Unsur-unsur Ilahi yang otentik yang
berada di dalam Gereja adalah kudus seperti ajaran-ajaran dan
sakramen-sakramennya.
æ Aggotanya adalah kudus karena
ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan diserahkan kepada Kristus serta
dipersatukan melalui iman, harapan, dan kasih.
2. MEMPERJUANGKAN
KESATUAN DAN KEKUDUSAN GEREJA
2.1. Memperjuangkan
Kesatuan Gereja
Allah berkenan menghimpun orang-orang
yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah (1 Ptr 2:5-10), dan membuat mereka
menjadi satu tubuh (1 Kor 12:12). Namun dalam kenyataannya sering terjadi
perpecehan dan keretakan akibat ulah manusia. Karena itu,
- Usaha-usaha untuk menguatkan
persatuan ke dalam antara lain;
æ Berpartisipasi aktif dalam hidup
menggereja
æ Setia dan taat kepada persekutuan umat,
termasuk hierarki
- Usaha-usaha untuk menguatkan
persatuan antar-Gereja antara lain;
æ Jujur dan terbuka satu sama lain,
lebih melihat persamaan daripada perbedaan
æ Mengadakan pelbagai kegiatan social
dan peribadatan bersama
2.2. Memperjuangkan Kekudusan
Gereja
Usaha-usaha dari para anggota Gereja
adalah
æ Saling memberi kesaksian untuk hidup
sebagai putra-putri Allah
æ memperkenalkan anggota-anggota Gereja
yang sudah hidup secara heroic untuk mencapai kekudusan
æ merenungkan dan mendalami Kitab Suci,
khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita.
III.
GEREJA YANG KATOLIK
Katolik makna aslinya berarti
Universal atau umum, yang dapat dilihat secara kualitas dan kuantitas.
ö Gereja itu Katolik karena Gereja
dapat hidup di tengah segala bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa.
Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang
tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh
dunia. Dengabn sifat kekatolikan ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu memngatasi
keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh dunia.
ö Gereja itu Katolik karena ajarannya
dapat diwartakan kepada segala bangsa dan harta kekayaan bangsa-bangsa dapat
ditampungnya sejauh itu baik dan luhur. Gereja terbuka terhadap semua
kemampuan, kekayaan, dan adapt-istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati
dirinya. Sebenarnya Gereja bukan saja dapat mnerima dan merangkum segala
sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai seluruh dunia dengan semangatnya. Karena
itu, yang Katolik bukan saja Gereja universal, melainkan juga setiap
anggotanya, sebab dalam setiap jemaat hadirlah seluruh Gereja. Seiap jemaat
adaalh Gereja yang lengkap, bukan sekear cabang Gereja Universal. Gereja
setempat merupakan seluruh Gereja yang bersifat Katolik.
Singkatnya: Gereja bersifat Katolik
berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan
kebudaan tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja
nampak dalam:
a.
Rahmat
dan kerselamatan yang diwartakannya
b.
Iman
dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa
pun.
IV.
GEREJA YANG APOSTOLIK
Gereja yang Apostolik berarti Gereja
yang berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman
mereka, yang mengalami secara dekat peristiwa Yesus. Kesadaran bahwa Gereja
dibangun atas dasar para rasul dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru sudah
ada sejak zaman Gereja Perdana.
Hubungan historis antara Gereja para
Rasul dan Gereja sekarang tidak boleh dilihat sebagai semacam ‘estafet’, yang
di dalamnya ajaran yang benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu
diteruskan sampai kepada para usukup sekarang. Yang disebut apostolic bukanlah
para uskup, melainkan Gereja. Hubungan histories itu pertama-tama menyangkut
seluruh Gereja dalam segala bidang dan pelayanannya. Gereja bersifat apostolic
berarti Gereja sekarang mengaku diri sama dengan Gereja Perdana yakni Gereja
para rasul. Hubungan historis itu jangan dilihat sebagai pergantian orang,
melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.
Gereja yang apostolic tidak berarti
bahwa Gereja terpaku pada Gereja Perdana. Gereja tetap berkembang di bawah
bimbingan Roh Kudus dan tetap berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma
imannya. Hidup Gereja tidak boleh bersifat rutin, tetapi harus dinamis.
Singkatnya; Gereja disebut apostolic
karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus oleh Kristus. Hubungan
itu nampak dalam:
ö Legitimasi fungsi dan kuasa hierarki
dari para rasul. Fungsi dan kuasa hierarki diwariskan dan para rasul.
ö Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan
berasal dari kesaksian para rasul
ö Ibadat dan struktur Gereja pada
dasarnya berasal dari para rasul.
Gereja
sekarang sama dengan Gereja para rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai
kesatuan dan kesamaan fungdamental dengan Gereja para rasul.
2. MEWUJUDKAN GEREJA
YANG KATOLIK DAN APOSTOLIK
2.1. Mewujudkan
Kekatolikan Gereja
Gereja bersifat universal dan umum. Ia
bersifat terbuka. Karena itu, perlu diusahakan antara lain:
ö Sikap terbuka dan menghormati
kebudayaan, adapt-istiadat, dan agama bangsa mana pun
ö Bekerjsama dengan pihak mana pun yang
bekehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini
ö Selalu berusaha untuk memprakarsai
dan memperjuangkan suatu dinia yang lebih baik untuk umat manusia
ö Untuk setiap orang kristiani
diharapkan memilki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan
bermasyarakat sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa ‘katolik’ artinya
terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa yang berkehendak baik.
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa
Gereja meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap
mempertahankan identitas dirinya. Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan
bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu,
melainkan merupakan suatu identitas yang dinamis, yang selalu dan di mana-mana
dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya. Kekatolikan
Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri (Mrk 16:16; Luk 10:16).
2.2. Mewujudkan
Keapostolikan Gereja
Keapostolikan Gereja tidak berarti
Gereja sekarang hanya merupakan copy dari Gereja para rasul. Gereja sekarang
terarah hanya lepada Gereja para rasul sebagai dasar dan permulaan imannya.
Karena pewartaan para rasul dan pernyataan iman mereka terungkap dalam Kitab
Suci, maka sifat keapostolikan Gereja akan nampak terutama dalam kesetiaan
kepada Injil. Kesatuan dengan Gereja purba adalah kesatuan yang hidup, yang
pusatnya adalah Kitab Suci dan tradisi. Secara konkret, tradisi selalu
merupakan konfrontasi terus-menerus antara situasi konrte Gereja sepanjang masa
dan mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap iman Gereja para rasul.
Jadi, usaha kita untuk keapostolikan
Gereja antara lain;
ö Setia dan mempelajari Injil sebab
injil merupakan iman Gereja para rasul
ö Menafsirkan dan mengevaluasi situasi
konret kita dengan iman Gereja para rasul
ö Setia dan loyal kepada hierarki
sebagai pengganti para rasul
3.
SIFAT-SIFAT ATAU CIRI-CIRI GEREJA YANG
DITUNTUT PADA ZAMAN INI
3.1. Gereja yang lebih
merakyat dan mengutamakan yang miskin
Gereja dituntut untuk lebih mengumat
dan mengutamakan orang-orang sederhana dan miskin.Gereja jangan dikuasai oleh
mereka yang punya uang dan berpengaruh saja. Yesus sendiri adalah orang
sederhana dan miskin. Ia memilih rasul-rasul dari kalangan orang sederhana dan
miskin. Oleh karena itu, Gereja harus mengutamakan orang-orang sederhana dan
miskin, misalnya kaum tani, nelayan, buruh, penganguran, gelandangan, dan
sebagainya.
Dalam
masyarakat, biasanya orang-orang sederhana dan miskin menjadi abdi bagi
orang-orang kaya dan berkuasa. Sebaliknya,Gereja harus menjadi abdi bagi kaum
sederhana dan miskin. Bukan berarti bahwa Gereja hanya terdiri dari orang-orang
sederhana dan miskin, tetapi Gereja harus memiliki smangat kesederhanaan dam
kemiskinan. Misalnya, bangunan-bangunan rumah ibadat( gereja/ kapel) tidak
perlu harus megah dengan hiasan-hiasan mahal, mengadakan acara-acara protokoler
yang mewah dengan biaya yang mahal. Jika Geraja ingin bergerak maju dengan
cepat, maka Gereja jangan terbebani dengan bermacam-macam kekayaan dan
kemegahan yang memberatkan langkahnya.
3.2. Gereja yang bersifat kenabian
Nabi bukanlah dukun peramal atau ahli nujum, tetapi nabi
adalah seorang yang berani menyampaikan kehendak Alla kepada umat manusia dalam
situasi konkret yang dihadapi pada zamannya. Gereja juga memiliki panggilan
yang sama seperti nabi, yaitu menyampaikan kehendak Allah dalam situasi konkret
yang dihadapinya. Misalnya, Gereja harus berani mengatakan apa yang benar dan
apa yang salah. Gereja harus berani mengecam dan menolak segala kebijakan dan
tindakan yang melanggar keadilan dan hak asasi manusia, sekalipun hal itu
berasal dari orang yang berkuasa dan berpengaruh. Jika Gereja berbicara
terus-terang, maka suara dan kehendak Tuhan akan terdengarkan sebab Tuhan
berbicara dan menyampaikan kehendak-Nya melalui manusia.
3.3. Gereja yang
Membebaskan
Gereja harus menjadi tanda keselamatan
bagi umat manusia. Penyelamatan berarti juga pembebasan manusia dari segala
penderitaan, baik penderitaan rohani maupun jasmani. Dalam hal ini, Gereja
diutus untuk menyuarakan dan menjadi pelopor terciptanya dunia yang lebih adil,
lebih bersaudara, lebih damai, dan bebas dari ketidakadilan serta permusuhan.
3.4. Gereja menjadi Ragi
Gereja masa kini hendaknya laksana
ragi yang mengembangkan dunia baru. Gereja yang berada di luar dunia, sama
seperti ragi yang ditaruh diluar adonan roti. Setiap kelompok orang Kristen
sebagai satu Gereja local harus menjadi ragi di tempatnya masing-masing. Ragi
yang membangun dunia baru, merombak tembok-tembok yang memisahkan
bangsa/manusia yang satu dan yang lainnya.
3.5. Gereja yang Dinamis
Dunia akan selalu berkembang. Karena
itu, Gereja harus dapat terus ber-agrionamento.
Artinya Gereja harus selalu memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan zaman.
Air yang tergenang biasanya menjadi sarang nyamuk, tempat dan sumber penyakit.
Gereja tidak boleh tergenang di tempat, tetapi maju dan actual melibatkan
dirinya dalam masalah-masalah yang selalu baru.
3.6. Gereja yang
Kharismatis
Gereja yang dijiwai oleh Roh Kudus
harus dapat memberi hidup secara ebbas dan leluasa kepada semua lapisan umat.
Gereja yang penuh sesak dengan bermacam-macam peraturan, struktur organisasi,
dan tata upacara liturgi akan menjadi Gereja yang kaku dan beku. Roh Allah
telah memberikan karunia-karunia kepada setiap orang demi kebaikan bersama. Roh
Allah pulalah yang memberikan kebijaksanaan, bakat-bakat, dan kemampuan kepada
siapa saja untuk kemajuan Gereja.
TUGAS PRIBADI.
1.
Sebutkan
4 sifat Gereja Katolik !
2.
Jelaskan
arti Gereja yang Kudus ?
3.
Sebutkan
arti Gereja yang Katolik ?
4.
Jelaskan
arti Gereja Yang Apostolik ?
5.
Sebutkan
ciri-ciri Gereja yang dituntut jaman ini.
Kerjakan
Tugas dan kirim di No Wanya pa Ambros Hera.
NO
WA: 082144113472
Komentar
Posting Komentar